Sunday, September 11, 2005 By: adedepok

Ramadhan, Mengasah Diri Besar-besaran

Bulan ini kita mengikuti penataran akbar. Dikatakan akbar karena pesertanya terdiri dari semua muslim yang telah memenuhi syarat. Segalanya terpusat. Instrukturnya satu, pengawas dan pengujinya juga satu. Dia adalah Allah swt.
Apa yang ditatarkan? Pengendalian hawa nafsu.
Apa targetnya? Kualitas taqwa.
Bentuk kegiatannya? Puasa. Menahan diri dari makan, minum dan berkumpul dengan isteri di siang hari.
Tes awal sebelum didaftar sebagai peserta penataran massal ini adalah iman. Mereka yang beriman dapat segera mendaftarkan niat, baik dilakukan secara global di awal Ramadhan atau pada setiap malam sebelumnya. "Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya."
Ada orang yang seperti puasa, padahal niatnya hanya diet saja. Ada lagi yang hanya sekedar menjaga kesehatan. Tentu saja orang-orang ini tidak akan mendapat imbalan puasa. Mereka hanya mendapatkan yang diniatkan saja, yaitu penurunan berat badan, dan kesehatan.
Lain halnya mereka yang berpuasa atas dasar iman dan dengan perhitungan serta target-target tertentu, mereka pasti mendapatkan imbalan yang sangat banyak. Masa lalunya direhabilitasi, dosanya diputihkan. "Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan penuh perhitungan, niscaya akan diampuni dosa-dosa masa lalunya."
Bila iman sebagai persyaratan awal sudah terpenuhi, sudah mendaftarkan diri dengan niat yang betul, maka selanjutnya adalah melaksanakan seluruh instruksi atau aturan-aturan selama pelaksanaan penataran. Semua peserta dilarang makan, minum, dan berkumpul dengan isteri di siang hari.
Apa hanya itu? Tidak. Rambu-rambunya masih banyak. Ibarat rambu-rambu lalu lintas, yang disebutkan tadi baru lampu merah. Ada larangan parkir, larangan berhenti, larangan belok kiri atau kanan, ada juga larangan mendahului.
Mulut tidak hanya dijaga dari makan dan minum, tapi juga dijaga agar tidak berkata bohong, kotor, memfitnah dan membicarakan orang, juga mengadu domba. "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan perbuatan curang, maka Allah tidak butuh puasanya, meninggalkan makan dan minumnya." (HR. Bukhari dan Abu Daud). Meski tidak sampai membatalkan semua amal puasanya, tapi paling tidak akan terkena sanksi juga. Ibarat orang yang mengendarai mobil, SIM-nya tidak dibatalkan, tapi terkena tilang. Di pengadilan akan diperhitungkan. Kalau imbalannya sedikit sementara sanksinya banyak, tentu ia akan nombok. Karenanya pasti menyesal dan merugi.
Makan, minum dan berkumpul dengan isteri sebenarnya hanya simbol, yang artinya segala sesuatu yang berpusat dari sana hendaknya bisa ditahan dan dikendalikan. Jelasnya, segala sesuatu yang bersumber dan berpusat dari perut dan yang di bawah perut itu hendaknya dicegah. Apa yang bersumber dari sana ? Tiada lain adalah nafsu. Dengan demikian puasa adalah usaha manusia untuk mengendalikan hawa nafsunya.
Ramadhan adalah bulan training, penataran dan pelatihan. Di bulan itu umat Islam ditatar, dilatih dan digembleng agar mampu menguasai nafsunya, yang selama ini telah menguasai dirinya.
Allah tahu persis hamba-Nya banyak yang telah dikuasai oleh nafsunya sendiri. Mereka dikendalikan, diombang-ambingkan, bahkan dibikin mabuk. Nafsunya selalu berada di depan mengawal segala amal perbuatan. Nafsunya juga menjadi motor penggerak, sekaligus pengendali.
Dalam bulan ini kita hendak membebaskan diri. Kita menjadi manusia merdeka yang terlepas dari belenggu penjajahan nafsu. Kita ingin menjadi manusia sejati, yang normal, tidak gila. Apa tidak disebut gila, orang yang meletakkan perut dan bagian bawah perut itu di atas, sementara kepala dan dadanya diletakkan di bawah? Itulah gambaran manusia sekarang. Mereka lebih mementingkan kepuasan hawa nafsunya dibanding kepuasan batin. lebih mengutamakan tuntutan nafsu, ketimbang tuntutan ruhani. Ruhaninya dibiarkan haus, sementara nafsunya kenyang dengan fatamorgana. Memang selamanya menjadi pertarungan yang hebat antara nafsu dan ruhani. Kebutuhannya tidak sama, sementara manusia hanya dapat memenuhi salah satunya. Mereka hanya dapat memilih antara memenuhi hawa nafsunya atau memenuhi tuntutan ruhaninya.
Perang ini berlangsung seumur hidup. Selama hayat masih di kandung badan, perang ini tak akan usai. Allah rupanya telah membekali manusia dengan dua kekuatan ini. masing-masing punya potensi. Yang satu potensi berbuat dekaden, yang lainnya potensi membangun. Yang pertama negatif, yang kedua positif. Karenanya bila orang masih dikuasai oleh hawa nafsunya mengklaim bahwa dirinya membangun, jangan dipercaya. Mereka tidak membangun, kecuali membuat bom waktu. Sewaktu-waktu bom itu akan meledak menjadi mala petaka. "Dan bila dikatakan kepada mereka, jangan membikin kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami adalah pembangun.'" (QS. al-Baqarah: 11). kaum 'Aad dan kaum Tsamud adalah contoh konkritnya. Mereka bisa membangun negerinya dengan istana-istana. Mereka pindahkan gunung-gunung untuk rumah, jalan, dan benteng. Tapi apa yang terjadi kemudian? Allah menghancurleburkan negeri itu rata dengan tanah. Mereka di adzab, karena melupakan hakekat kehidupannya. Mereka membangun negerinya karena dorongan nafsu. Mereka membangun juga untuk memenuhi selera nafsu. Perjuangannya tiada lain, kecuali memenuhi kepuasan hawa nafsu. Padahal Allah telah mengingatkan, "Dan aku (Yusuf) tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), sesungguhnya nafsu itu hanya mengajak kepada keburukan." (Qs. Yusuf: 53).
Nafsu itulah yang akan digempur habis-habisan dalam ibadah ini. Bulan ini bulan peperangan total menghadapi hawa nafsu. Yang menang akan kembali pada fitrahnya, sementara yang gagal akan tetap 'gila'. Mengalahkan nafsu itu tidak gampang, karenanya Nabi menamai perang besar, lebih besar dari perang dunia pertama dan kedua. Berat, karena rangsangannya luar biasa. Apalagi sekarang, nyaris semua alat pemuas nafsu dibuka lebar-lebar. Tinggallah kini hati nurani, fitrah insani, dan tuntunan Ilahi. Kalau instrumen ini bisa diaktifkan, memang tidak terlalu sulit mengalahkan nafsu.Tapi seringkali alat ini tumpul, lantaran tak pernah diasah sekian lama. Akibatnya, ketika saatnya dipergunakan untuk memotong kemauan nafsu, tak bisa lagi berfungsi. Kemauan kadang ada, tapi kemampuan tidak punya. Begitulah yang terjadi pada hampir setiap orang. Ingin berbuat baik dan menolak serta membenci yang tidak benar, tapi tak sanggup melakukannya. Bagaikan pisau yang sudah karatan, ruhaninya tak bisa lagi mengiris-iris selera nafsu. Mereka membenci penipu, pendusta dan orang-orang sombong, tapi mereka juga tak bisa menolak, bahkan ikut melakukannya. Menipu sudah menjadi kebiasaannya, berdusta sudah wataknya, dan sombong sudah merupakan pakaian sehari-hari.
Ramadhan ingin melepaskan semua predikat itu, dengan menanggalkan semua pakaian kotor yang menyelimuti. Di bulan ini manusia dimandikan, dicuci bersih dan dihanduki. Pakaian kotornya diganti pakaian bersih. Pakaian itu adalah baju taqwa. "Dan pakaian taqwa, itulah yang paling baik." (QS. al-A'raf: 26).
Bagaikan pada kepompong, puasa adalah pembersih. Ulat, semula binatang yang menjijikkan. Postur tubuh dan bulunya sungguh sangat tidak indah dipandang. Wanita bisa histeris disodori ulat. Selain itu, rakusnya luar biasa. Memakan daun apa saja, tak peduli. Daun yang indah bila dihinggapi bisa berlubang, kemudia layu dan mengering. Tetapi setelah berpuasa, menjadi kepompong, dan akhirnya menjelma menjadi kupu-kupu, keadaan berbalik total. Semua orang suka kepadanya, lebih-lebih wanita. Enak dipandang dan menyenangkan. Makanannya kini juga tidak sembarangan, hanya mau yang baik-baik saja. Bunga-bunga yang dihinggapi tidak rusak, tapi malah berkembang biak. Kedatangannya tidak membawa laknat, tapi membawa rahmat.
Barangkali itulah gambaran orang yang berpuasa. Di saat nafsunya belum terkendali, kerjanya hanya merusak, kehadirannya selalu bikin onar, dan kelakuannya selalu mendatangkan bencana. Tapi setelah berpuasa, setelah nafsunya dikalahkan, ia tampil sangat mempesona. Semua orang menyenanginya. Kehadirannya selalu ditunggu, karena selalu memberi manfaat yang tidak terhitung banyaknya. Semoga puasa kita mengantarkan kita menjadi manusia-manusia taqwa, dengan pakaian seperti itu.

0 comments: